Bukannya aku tak pernah memikirkan hal itu, ataupun tak ada keinginan untuk itu. Tapi apakah aku harus larut dalam resah, galau ataupun gelisah untuk sesuatu yang sudah ditentukan sejak semula???? Ketentuan yang tak akan pernah berubah. Ketetapan yang telah tertulis rapi dalam buku takdirku. Tidak seperti ketetapan, keputusan, ketentuan atau Undang-Undang yang setiap saat bisa direvisi, diamandemen atau diadendum. Sekeras apapun usaha, setinggi apapun harapan, sebesar apapun impian kita akan hal itu, semua taka akan mengubah isi buku itu. Pena telah kering, semuanya telah dibukukan, semuanya telah ditetapkan. Semua hanya menunggu waktu saja, dan hanya ada satu kata yang tepat untuk rentan masa itu, SABAR. Semua pasti akan indah pada waktunya. Klise memang, tapi memang seperti itulah adanya.
"Hanya dengan berbagi hidup akan terasa lebih berarti"
“Wahai manusia, janganlah sekali-kali merasa kesepian diatas jalan kebenaran hanya disebabkan sedikitnya orang yang berada disana. Sesungguhnya kebanyakan manusia telah berkumpul menghadapi hidangan yang hanya sebentar saja kenyangnya namun lama sekali laparnya" (Ali Bin Abi Thalib)
Jumat, 25 Februari 2011
Selasa, 22 Februari 2011
Penjara Hati
Pernahkah kamu terpenjara sahabat, pernahkah? Sebuah penjara sunyi nan gelap, sebuah penjara yang ada jauh di dalam perut bumi, sebuah penjara yang tak memiliki setitik cahaya pun yang bahkan rembulan tak akan pernah bersinar dan langit hitam tak berbintang. Sebuah Penjara Hati, orang-orang menamakannya.
Sunyi kelam hati ini, begitulah ia. Sebuah penjara tanpa ruang untuk memasukinya, sebuah penjara yang hanya dikelilingi oleh tembok ilusi dan rupa-rupa. Sebuah eksistensi yang begitu menggugat, sebuah hati yang hitam. Tolong jangan pernah menyentuhnya.
Sahabat, aku berharap kau tidak akan pernah mengalaminya. Tak akan pernah ia menyapamu, atau paling tidak ia tidak akan menjadi sekelam ini. Sebuah bagian tanpa ruang tanpa waktu, lebih pekat dari hitam terpekat, lebih menghisap daripada bintang mati yang terhisap oleh gravitasinya sendiri. Amat menggugat, ia amat menggugat.
… dan tak ada ruang dan waktu untuk menangis …
Ini bukan bagian yang terbentuk oleh cinta yang terlunta dan terluka, sama sekali bukan. Dia bukan tercipta dari ribuan hampa dan kejenuhan yang terakumulasi, sama sekali tidak. Hanya setitik awal ia terbentuk, mengakar, menyebar, lalu kau tersadar dia telah menjadi begitu kelam. Tak ada tempat untuk bernafas dalam hitam sepekat itu, tak ada ruang untuk hidup.
… jantung yang terus berdetak memompa nyawa, namun tanpa jiwa …
Coba engkau bayangkan teman, walau ia tak akan pernah terbayangkan kecuali engkau rasakan. Bagaimana sebuah hati yang hitam dan amat pekat, hati yang begitu liat, hati yang tak memiliki ruang untuk disentuh. Bayangkanlah dia begitu menggurita menjalari setiap pembuluh kehidupanmu, menancap keras di nadi-nadimu, dan seluruh ototmu menjadi tak pernah kau mengerti.
Mungkin hanya Allah yang mampu membuat hati itu kembali putih, menjadi seperti awal ia terlahir, mungkin hanya Allah. Dan hanya Allah yang mampu membuat ia sepekat itu, hanya Allah sahabat… bukan oleh yang lain, bukan cinta, bukan hampa, bukan kesunyian, bukan kemarahan. Hanya Allah
… sebuah bongkah hitam yang ada dalam tiap tubuh, dan memakan jiwa …
Penjara itu masih tetap sesunyi yang lalu, masih tetap menjadi hitam yang terpekat, menjadi tak terbantahkan dan terbilang. Entah kapan ia akan mulai melunak dari liat, menjadi sedikit pudar dari hitam, dan memiliki sedikit bunyi dari tak bersuara. Hitam yang bukan hanya hitam, sunyi mendalam daripada hampa.
Dikutip dari Blog Tetangga
Minggu, 20 Februari 2011
Sesaat Setelah Hujan
Entah sudah berapa lama tidak mencium wangi ini. Wangi yang membawa rasa tenang dan damai di hati. Wangi tanah sesaat setelah hujan membasahi bumi. Aku tak tahu sejak kapan aku menyukai wangi ini. Yang kutahu sudah sejak lama sekali. Yahhh….sudah sejak lama sekali. Wanginya bak aroma therapy yang mampu mengalahkan sederet wangi farfum yang harganya selangit. Lagi – lagi kalimat “fabiayyi ala irobbikuma tukazziban” terngiang – ngiang di telinga ini. Hanya karena wangi tanah ini, wangi yang mungkin bagi sebagian orang biasa saja dan tidak menghadirkan rasa apa – apa. Karena bagiku wangi ini sangat istimewa, wangi segar yang merupakan nikmat yang tak terhingga dari-Nya. Ya Allahu ya Robbi, terima kasih telah menganugrahiku penciuman hingga aku bisa menikmati karunia-Mu yang sangat berharga ini. I know You know what I need….
rain |
Padang, 20 Februari 2011. Senja, sesaat setelah rinai hujan membasahi tanah
Minggu, 13 Februari 2011
Langganan:
Postingan (Atom)